twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Social Icons

Pages

Senin, 27 Oktober 2014

Laporan Observasi Geologi


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga mampu menyelesaikan Laporan Observasi Mata Kuliah Geologi dengan tepat waktu.
Tak lupa pula ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Andri Noor Andrianyah, M.Si. selaku Dosen Mata Kuliah Geologi yang telah memberikan bimbingan kepada penyusun. Juga kedua orang tua penyusun yang telah memberikan dukungan moril, spituil dan materil kepada penyusun sehingga dapat mengikuti perkuliahan dan mengerjakan kewajiban dalam mengerjakan tugas-tugas dan laporan observasi dengan baik.
Penyusun menyadari sekali, didalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya  menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran  yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami di kemudian hari.
Harapan yang paling besar dari penyusunan laporan ini ialah, mudah-mudahan apa yang penyusun susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mencari informasi, menyempurnakan, atau mengambil hikmah dari isi Laporan  ini sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.




Jakarta, 4  Januari 2014



Penyusun,

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang 1
B.     Rumusan Masalah 2
C.     Waktu dan Tempat 2
D.    Tujuan Laporan 3
E.     Kegunaan Observasi 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.    Patahan 4
B.     Tenaga Pembentuk Patahan 4
C.     Hubungan Gerakan Tektonik dan Patahan Lembang 5
D.    Gua 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.    Observasi 11
B.     Setting Penelitian 11
C.     Teknik Pengumpulan Data 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Patahan Lembang 13
B.     Goa Pawon 14
BAB V KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 19

 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Geologi berasal dari Yunani: ge-, "bumi" dan logos, "kata", "alasan", adalah Ilmu (sains) yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.
Definisi; Geologi adalah suatu bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian yang mempelajari segala sesuatu mengenai planet Bumi beserta isinya yang pernah ada. Merupakan kelompok ilmu yang membahas tentang sifat-sifat dan bahan-bahan yang membentuk bumi, struktur, proses-proses yang bekerja baik didalam maupun diatas permukaan bumi, kedudukannya di Alam Semesta serta sejarah perkembangannya sejak bumi ini lahir di alam semesta hingga sekarang. Geologi dapat digolongkan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang komplek, mempunyai pembahasan materi yang beraneka ragam namun juga merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan yang menarik untuk dipelajari. Ilmu ini mempelajari dari benda-benda sekecil atom hingga ukuran benua, samudra, cekungan  dan rangkaian pegunungan.
Patahan adalah gejala retaknya kulit bumi yang tidak plastis akibat pengaruh tenaga horizontal dan tenaga vertikal. Tenaga pembentuk daerah yang berstruktur patahan, adalah tenaga endogen yang mengakibatkan kulit bumi bergerak mendatar dengan berlawanan arah atau bergerak ke bawah atau ke atas, yang sering disebut dengan kekar, rekahan atau retakan yang cukup besar.
Patahan Lembang terjadi karena adanya ledakan gunung api Sunda pada zaman Kuarter kala Pleistosen (sekitar 500.000 tahun yang lalu) dimana ledakan tersebut menghasilkan kekosongan penampung magmatis yang mengakibatkan batuan dari erupsi gunung api Sunda patah atau sesar. Patahan Lembang membentang dari timur ke barat di kawasan sebelah Utara Bandung. Jalur patahan ini jelas terlihat di sepanjang 25 km, yang dicirikan oleh kelurusan untaian bukit-bukit, mulai dari daerah sebelah timur tempat pariwisata Maribaya sampai ke daerah Cisarua-Cimahi di baratnya.
Gua atau goa merupakan satu lorong yang terdapat di perut bumi yang disebabkan oleh faktor atau kekuatan alam. Goa memiliki sistem atmosfer yang selalu basah, lingkungan dengan simplitas extern, serta suhu yang konstan, dan kesemuanya berlangsung dalam kegelapan yang abadi.
Gua Pawon adalah sebuah tempat yang penting bagi orang Sunda karena di sana pernah ditemukan kerangka manusia purba yang konon adalah nenek moyang orang Sunda (masih diteliti di balai Arkeolog Bandung). Gua ini sebenarnya adalah sebuah situs purbakala yang terletak di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, atau sekitar 25 km arah barat Kota Bandung.
Namun, keberadaan Patahan Lembang dan Gua Pawon ini masih dianggap asing dan kurang istimewa bagi warga Bandung dan para wisatawan. Patahan Lembang dianggap hanya sebuah deretan bukit-bukit yang berbatu dan Gua Pawon bagi masyarakat itu hanya tempat bernaung disela penambangan batu atau tempat bermain anak-anak.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, penyusun merumuskan masalah pada Geologi Patahan Lembang dan Gua Pawon tersebut, seperti sejarah dan proses pembentukannya serta struktur di wilayah Patahan Lembang dan Gua Pawon tersebut.

C.    Waktu dan Tempat
Observasi lapangan dilakukan pada:
Waktu      : Jumat, 20 Desember 2013
Tempat     : Patahan Lembang dan Gua Pawon, Padalarang, Bandung.




D.    Tujuan Laporan
Adapun tujun dari Laporan ini, yaitu:
a)      Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam memahami karakteristik patahan dan Gua.
b)      Memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mendeskripsikan patahan dan sebuah Gua di keadaan sebenarnya.

E.     Kegunaan Observasi
Adapun kegunaan observasi ini, yaitu:
Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam penguasaan Bidang Geografi, khususnya mengenai mata kuliah Geologi secara teori dan praktik lapangan dan data yang dihasilkan menjadi data dasar, bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak terkait yang membutuhkan informasi mengenai hal tersebut.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Patahan
Patahan adalah gejala retaknya kulit bumi yang tidak plastis akibat pengaruh tenaga horizontal dan tenaga vertikal. Daerah retakan seringkali mempunyai bagian-bagian yang terangkat atau tenggelam. Jadi, selalu mengalami perubahan dari keadaan semula, kadang bergeser dengan arah mendatar, bahkan mungkin setelah terjadi retakan, bagian-bagiannya tetap berada di tempatnya.
1.      Horst (tanah naik) adalah lapisan tanah yang terletak lebih tinggi dari daerah sekelilingnya, akibat patahnya lapisan-lapisan tanah sekitarnya.
2.      Graben/slenk (tanah turun) adalah lapisan tanah yang terletak lebih rendah dari daerah sekelilingnya akibat patahnya lapisan sekitarnya.
3.      Dekstral terjadi jika kita berdiri potongan yang berada di depan kita bergeser ke kanan. Sinistral, jika kita berdiri di potongan sesar yang satu dan potongan di depan kita bergeser ke arah kiri.
4.      Block mountain terjadi akibat tenaga endogen yang membentuk retakan-retakan di suatu daerah, ada yang naik, ada yang turun, dan ada pula yang bergerak miring sehingga terjadilah satu kompleks pegunungan patahan yang terdiri atas balok-balok litosfer.

B.     Tenaga Pembentuk Patahan
Tenaga pembentuk daerah yang berstruktur patahan, adalah tenaga endogen yang mengakibatkan kulit bumi bergerak mendatar dengan berlawanan arah atau bergerak ke bawah atau ke atas, yang sering disebut dengan kekar, rekahan atau retakan yang cukup besar. Kulit bumi mengalami sesar dimana patahan yang disertai dengan pergeseran kedudukan lapisan yang terputus hubungannya (fault). Berdasarkan gerakan atau pergeseran kulit bumi terdapat tiga macam sesar.
1.      Dip slip fault, yaitu sesar yang tergeser arahnya vertikal (sesar vertikal), sehingga salah satu dari blok terangkat dan membentuk bidang patahan.
2.      Strike slip fault, yaitu sesar yang pergeserannya ke arah horisontal (sesar mendatar), sehingga hasil dari aktivitas ini kadangkala dicirikan oleh kenampakan aliran air sungai yang membelok patah-patah.
3.      Oblique slip fault, yaitu sesar yang pergeseran vertikal sama dengan pergeseran mendatar, yang sering disebut sesar miring (oblique). Pergeseran kulit bumi pada tipe ini membentuk celah yang memanjang, kalau terjadi di dasar laut/samudera terbentuk palung laut, dan bila di daratan bias berupa ngarai.

C.    Hubungan Gerakan Tektonik dan Patahan Lembang
Gempa bumi tektonik merupakan salah satu fenomena geologi yang sudah populer karena sering terjadi di Indonesia. Salah satu sebab yang dapat menimbulkan gempa bumi tektonik adalah adanya gerakan oleh litosfer bumi. Teori yang menyebutkan peristiwa ini adalah teori tektonik lempeng, yang menjelaskan pergerakan skala besar yang dilakukan litosfer bumi dengan bukti-bukti. Lapisan litosfer tersebut terdiri dari dua lapisan, yaitu kerak bumi dan mantel bumi. Di bumi terdapat 7 lempeng tektonik utama dan banyak lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng ini terdapat di atas astenosfer. Lempeng tersebut memiliki gerak relatif, yaitu saling bertumbukan (konvergen), saling menjauh (divergen) dan menyamping (transform). Indonesia banyak mengalami gempa bumi, tsunami, aktivitas vulkanik, pembentukan palung samudra, banyaknya gunung dan pegunungan, dan sesar atau patahan.
Alfred Weegner pada tahun 1912 mengembangkan hipotesis Pergeseran Benua, yang mengemukakan bahwa benua-benua yang ada saat ini merupakan pelepasan dari benua yang dulunya hanya satu bentangan benua yang disebut Pangea. Teori ini semakin diperkuat oleh Arthur Holmes, geolog Inggris, yang membuktikan teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi adalah kekuatan penggerak yang menyebabkan terlepasnya benua yang disebut Pangea menjadi benua-benua yang ada saat ini. Lalu semakin diperkuat dengan penelitian-penelitian selanjutnya yang dilakukan para ilmuwan dari waktu ke waktu, seperti Harry Hammond Hess dan Ron G. Mason.
Lempeng yang terdapat dalam bumi memiliki 2 jenis, yaitu lempeng benua dan lempeng samudra. Lempeng samudra dapat disebut dengan sima, dari kata silikat-magnesium, bahan yang dikandungnya. Sedangkan lempeng benua disebut dengan sial, yang mengandung silikat dan aluminium.
Pegunungan yang terjadi akibat gerakan kerak bumi (litosfer) dapat berupa pelipatan atau patahan. Lipatan dan patahan termasuk dalam gerak orogenesa, yang termasuk dalam proses diastropisme. Proses diastropisme tersebut dapat menyebabkan kerak bumi retak, terlipat bahkan patah. Sehingga gerak orogenesa dapat mengakibatakan tanah runtuh atau terpisah dengan lainnya. Selain itu, gerak orogenesa juga menjadi faktor terbentuknya lembah. Pegunungan dan lembah merupakan hasil dari proses lipatan kerak bumi yang melahirkan bagian sinklinal (lembah) dan antiklinal (pegunungan). Sedangkan patahan akan menimbulkan horst dan graben.
Ditemukan banyak gunung, pegunungan dan palung samudra yang tedapat di Indonesia karena ditemukannya 3 lempeng utama yang melewati wilayah Indonesia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Oleh sebab itu, di Indonesia sering terjadi gempa, tsunami dan gejala alam lainnya yang disebabkan oleh pergeseran lempeng benua dan lempeng samudra tersebut. Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia telah membentuk deretan gunung berapi di Indonesia, antara lain adalah Bukit Barisan, Gunung-gunung api di Pulau Jawa, Bali dan Lombok serta parit samudra Jawa (Sunda).
Seperti yang terjadi di Bandung pada 24 September 2000, terjadi gempa dengan kekuatan kurang dari 5 skala richter, diduga karena adanya gerakan patahan di daerah tersebut, yaitu patahan Lembang. Patahan tersebut dikatakan aktif bergerak karena adanya gerak tektonik oleh lempeng samudra dari selatan berjalan ke utara.
Proses pergeseran lempeng bumi tersebut yang mengakibakan lahirnya patahan Lembang dan gunung baru di Bandung terbentuk sekitar zaman kuarter kala pleistosen awal sampai tengah, yaitu 500.000 sampai 125.000 tahun yang lalu. Sejarahnya, dahulu tempat ini merupakan sebuah danau yang kemudian terjadi proses sedimentasi menyebabkan kawasan tersebut menjadi daerah cekungan. Lalu, terjadilah pergerakan lempeng tektonik yang menyebabkan naiknya sebagian permukaan bumi tersebut sehingga menyebabkan tempat itu mengalami sesar atau patahan yang dinamakan patahan Lembang. Ketinggian Patahan Lembang adalah 1.340 mdpl. Titik lintangnya adalah 6049,821 menit dan titik bujur 107038,161 menit.

Adanya pergerakan lempeng tektonik tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan bentuk muka bumi, terutama di daerah Bandung. Jika dilihat melalui foto udara, maka Bandung akan terlihat seperi cekungan yang dapat dinamakan Cekungan Bandung. Sedangkan akibat lainnya adalah, subsduksi lempeng tektonik bumi, antara lempeng Samudra Hindia dan lempeng Kontinen Asia menghasilkan bentuk muka bumi di Lembang menjadi patahan.
Patahan Lembang membagi aliran sungai yang mengalir di daerah tersebut menjadi dua aliran. Dua daerah aliran sungai (DAS) yaitu Daerah Aliran Utara yang bermuara di Laut Jawa dan Daerah Aliran Selatan yang bermuara di Samudera Indonesia.
Sebenarnya, jenis pergerakan patahan ini pun masih menjadi perdebatan. Sebagian orang berpendapat bahwa patahan ini adalah adalah patahan geser atau setidaknya memiliki komponen geser yang lebih dominan. Pendapat ini didasarkan pada offset alur-alur sungai yang terpotong oleh patahan ini. Namun ketidakkonsistenan arah offset, yang mana beberapa alur sungai terlihat tertarik ke kanan sementara sebagian yang lain ke kiri memunculkan silang pendapat. Tjia (1968) berpendapat bahwa Patahan Lembang adalah patahan geser menganan (right-lateral). Menurutnya, alur-alur sungai yang terlihat tergeser mengiri (left lateral strike slip) disebabkan oleh peristiwa pembajakan sungai (river piracy).
Natawidjaja & Setyowidarto (komunikasi lisan) belum dapat menyimpulkan secara pasti tentang jenis pergerakan Patahan Lembang (apakah mengalami pergeseran mengiri atau menganan) dan hanya memberikan alternatif panjang offset jika patahan ini dianggap bergeser mengiri dan jika diangap bergeser menganan. Sebagian lagi berpendapat bahwa Patahan Lembang memiliki komponen pergerakan vertikal yang lebih dominan (dip-slip) dimana blok di utara garis patahan relatif turun terhadap blok selatannya.
D.    Gua
Gua atau Goa merupakan satu lorong yang terdapat di perut bumi yang disebabkan oleh faktor atau kekuatan alam. Goa memiliki sistem atmosfer yang selalu basah, lingkungan dengan simplitas extern, serta suhu yang konstan, dan kesemuanya berlangsung dalam kegelapan yang abadi.
Goa Pawon terletak di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang, Kabupaten Bandung, atau sekitar 25 km arah barat Kota Bandung. Lokasi penemuan terletak tidak jauh dari sisi jalan raya yang menghubungkan Bandung-Cianjur dan kota-kota lainnya di sebelah barat.
Disebut Goa Pawon karena lokasi temuan berada di dalam goa kars yang terletak di sisi tebing bukit kars Gunung Masigit yang oleh penduduk setempat dinamakan Goa Pawon. Dalam bahasa Sunda, pawon artinya sama dengan dapur. Jika diukur dengan permukaan tanah terendah di daerah itu yang diperkirakan merupakan dasar danau.
Goa ini merupakan satu-satunya goa gamping yang letaknya paling dekat dengan kawasan yang sebelumnya merupakan sisi barat Situ Hyang. Keberadaannya, sebelumnya pernah dilaporkan Kusumadinata dalam Riwayat Geologi Dataran Tinggi Bandung (1969). Di dalam goa, ia menemukan banyak batuan dengan bentuk-bentuk yang aneh-aneh, seperti busur-busur besar dan blok-blok raksasa yang menggantung. Tetapi sebegitu jauh tidak ditemukan bukti keberadaan manusia yang pernah tinggal di sana. Kecuali timbunan sedimen dan timbunan kotoran kelelawar yang sejak lama menjadi penghuni tetap goa tersebut.
Goa pawon berada pada salah satu sisi tebing curam Pasir Pawon. Tingginya sekitar 720 meter di atas permukaan laut. Tempat itu bisa dicapai malalui jalan setapak sejauh kurang lebih 300 meter. Puncak Pasir Pawon merupakan “taman batu” dan sekaligus tempat paling indah di kawasan kars Padalarang. Dinamakan “taman batu” karena tegakan-tegakan batu dengan relief kasar yang bertebaran, mirip dengan puing-puing yang menghias puncak bukit itu. Melihat bentuk dan ukurannya tidak sama, pasti akan membangkitan rasa penasaran siapa pun yang ingin memahami kawasan itu sebagai bagian dari sejarah Geologi Dataran Tinggi Bandung.
            Dugaan goa tersebut pernah dihuni manusia prasejarah pertama kali disampaikan Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRBC). Ketika itu, sekitar dua tahun lalu, sekelompok geolog muda yang terdiri dari Eko Yulianto, Budi Brahmantyo, Johan Arief, T. Bachtiar, dan dibantu oleh Sujatmiko melakukan penelitian endapan danau Bandung Purba.
Pada mulanya mereka hanya meneliti endapan Danau Bandung Purba di Sungai Cibukur. Namun temuannya yang dianggap menarik telah mendorong penelitian dilanjutkan ke Goa Pawon yang letaknya berdekatn. Ternyata pada sedimen goa tersebut, ditemukan artefak-artefak berupa kepingan tulan vertebrata dan beberapa jenis moluska darat. Berdasarakan temuan dalam panggalian yang dilakukan Balai Arkeologi (Balar) Bandung pada bulan Oktober 2003, arkeolog Drs. Lutfi Youndri M. Hum. menyimpulkan, Goa Pawon memiliki multi fungsi. Selain sebagai tempat hunian, goa tersebut dijadikan tempat penguburan. Hal ini dibuktikan berdasarkan penggalian yang dilakukan pada kedalaman dua meter dari permukaan tanah, ditemukan berbagai peralatan yang terbuat dari bahan obsidian, jasper dan kelsedon, alat tulang dan taring berupa lancipan dan spatula, perkutor, sisa-sisa moluska, jejak perhiasan dari gigi ikan (hiu), dan taring hewan yang meliputi sekitar 20.250 serpihan tulang belulang dan 4.050 serpihan batu.
Akan tetapi, luar biasa, pada kedalaman 80 sentimeter ditemukan fosil tengkorak manusia. Selanjutnya pada kedalaman 1.20 meter ditemukan fosil tulang kerung dan telapak kaki manusia. Temuan kerangka manusia ini memiliki nilai informasi arkeologi yang bisa dipakai untuk menafsirkan keberadaan manusia prasejarah yang diduga pernah tinggal di sekitar Dataran Tinggi Bandung.
Goa Pawon yang terletak pada kawasan kars Padalarang, menurut geolog Hanang Samodra, merupakan kompleks goa fosil yang bertingkat dengan gejala peruntuhan dan pelarutan yang membentuk beberapa lubang atau sumuran tegak (shaft) sedalam belasan meter. Sedimen di dalam goa yang tebalnya lebih dari tiga meter bercampur dengan endapan fosfat quano.
Bukti fenomena alam tersebut hingga kini masih bisa kita saksikan dengan jelas jika memasuki Bandung dari arah barat, baik melalui Cianjur maupun Purwakarta atau Cikampek. Seperti kawasan kars lainnnya, kawasan kars Padalarang yang tersebar di daerah Cipatat dan Tagogapu, pada awalnya berasal dari koloni binatang dan tumbuhan yang hidup dan tumbuh di laut dangkal. Namun, dengan terjadinya pergeseran pantai, koloni binatang dan tumbuhan tersebut kemudian mati lalu membentuk batu gamping. Apa yang bisa kita saksikan sekarang ini sebenarnya merupakan hasil proses geologi setelah batuan tersebut kemudian terangkat ke permukaan.



























BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.       Observasi
Dalam bab Lempeng Tektonik yang terdapat pada mata kuliah Geologi, penyusun melakukan penelitian yang bersifat observasi lapangan ke Patahan Lembang dan Goa Pawon di Padalarang Kabupaten Bandung. Pada penelitian kali ini penyusun mengkaji mengenai bentuk atau struktur, sejarah dan proses pembentukan Patahan Lembang dan Goa Pawon.

B.        Setting Penelitian
1.   Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan  pada hari Jumat tanggal 20 Desember 2013. Jalan Lembang dan Desa Cipatat Kecamatan Padalarang, Bandung. Dimulai pukul 14.00 – 18.00 WIB.

2.      Tempat Penelitian
                      Penelitian dilaksanakan di Patahan Lembang dan Goa Pawon Padalarang Bandung.

3.      Subyek Penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah struktur patahan Lembang dan bentukan-bentukan Goa Pawon serta vegetasinya.

C.       Teknik Pengumpulan Data
Observasi dalam penelitian ini dilakukan oleh penyusun yang didampingi oleh dosen pembimbing. Observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung yaitu penelitian dan mengamati secara langsung, kemudian mencatat kejadian dan proses pembetukannya yang terjadi pada keadaan sebenarnya pada saat itu.
Observasi dilakukan selama proses penelitian dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir. Setiba di Jalan Raya Lembang ± pukul 14.00 WIB, peneliti menelusuri jalan menanjak dan bebatuan menuju puncak Patahan Lembang. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah materi yang diberikan oleh dosen pembimbing sambil mengamati struktur patahan Lembang dan tahap akhir adalah dokumentasi. Begitupun saat pengamatan di Goa Pawon, peneliti tiba disana ± pukul 17.00 WIB. Kegiatan pertama adalah materi dari dosen pembimbing dan juru bicara (kuncen) Goa Pawon lalu dilanjutkan dokumentasi. Dalam observasi ini lebih banyak mengamati struktur atau bentukan-bentukan dari Patahan dan Goa. Observasi ini memiliki keterbatasan dalam mencari data karena waktu sangat terbatas. Untuk itu diharapkan untuk observasi berikutnya waktu yang digunakan akan lebih panjang lagi.





















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Patahan Lembang
        Penelitian Geologi mengenai bahasan lempeng tektonik yaitu patahan mendapatkan beberapa hasil atau temuan, seperti:

1.      Pemandangan kota Bandung dari puncak Patahan Lembang
  

2.      Patahan Lembang Bandung
(Foto bersama dengan dosen Geologi dan Geomorfologi)


 


B.     Goa Pawon
Di kawasan Goa Pawon mendapatkan beberapa hasil atau temuan yang dapat
diklasifikasikan berdasarkan bentukan-bentukan yang ada pada gua karst pada umumnya. Hasil atau temuannya berupa sebagai berikut:
1.      Pintu Gua, yaitu tempat masuknya menuju ke dalam gua. pintu Gua ini tidak begitu lebar yaitu sebuah lorong selebar kira-kira 1 meter,  kira-kira 20 meter dari pintu masuk pertama.


2.      Jendela Gua, yaitu tempat manusia purba melihat keadaan di sekeliling gua.


3.   Gordyn, yaitu proses terjadinya hampir sama dengan stalagtit, hanya saja pembesarannya terjadi pada sebuah celah (crack) yang memanjang pada atap gua, sehingga bentukan yang tumpul menyerupai tirai-tirai seperti gorden jendela yang menggantung pada atap menuju ke bawah dengan lekukan-lekukannya.



4.      Perut gua, didalamnya masih cukup terang karena langsung menghadap ke alam bebas yang hijau dengan latar belakang bukit-bukit kapur yang sudah tidak utuh. Disini tercium aroma yang unik dimana aroma unik itu adalah bau dari kotoran kelelawar yang mengandung Postat.



5.      Stalaktit, yaitu adalah batu yang terbentuk di atap gua bentuknya meruncing kebawah.


6.      Replika kerangka nenek moyang Sunda, jenisnya Homo Sapiens yang hidup pada tahun 7.300-9.500 tahun yang lalu.


















BAB V
KESIMPULAN
Patahan Lembang merupakan Patahan akibat dari ledakan gunung api Sunda pada zaman Kuarter kala Pleistosen (sekitar 500.000 tahun yang lalu) dimana ledakan tersebut menghasilkan kekosongan penampung magmatis yang mengakibatkan batuan dari erupsi gunung api Sunda patah atau sesar. Patahan Lembang membentang dari timur ke barat di kawasan sebelah Utara Bandung. Ketinggian Patahan Lembang adalah 1.340 mdpl. Titik lintangnya adalah 6049,821 menit dan titik bujur 107038,161 menit.
Dahulu tempat ini merupakan sebuah danau yang kemudian terjadi proses sedimentasi menyebabkan kawasan tersebut menjadi daerah cekungan. Lalu, terjadilah pergerakan lempeng tektonik yang menyebabkan naiknya sebagian permukaan bumi tersebut sehingga menyebabkan tempat itu mengalami sesar atau patahan yang dinamakan patahan Lembang.
Gua Pawon adalah sebuah tempat yang penting bagi orang Sunda karena di sana pernah ditemukan kerangka manusia purba yang konon adalah nenek moyang orang Sunda (masih diteliti di balai Arkeolog Bandung). Gua ini sebenarnya adalah sebuah situs purbakala yang terletak di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, atau sekitar 25 km arah barat Kota Bandung.
Di dalam Gua ini terdapat banyak ruangan, seperti pintu Gua, mulut Gua, jendela Gua. Selain itu ditemukan bentukan Stalaktit, Gordyn, dan ditemukan pula kerangka tubuh manusia purba Sunda dimana jenis manusia ini adalah Homo Sapiens yang hidup pada tahun 7.300-9.500 tahun yang lalu. Sayangnya, ini hanya berupa replika, yang asli telah dibawa dan disimpan di Museum Arkeolog Bandung.



DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar disini: